Postingan

MONOLOG UNTUK RANTI

  Ranti, berhenti! Aku tidak kuat lagi! Kamu sukanya main pulang pergi saja. Bisa kan mengabari lewat WA, Tele, atau DM IG Datang-datang dengan pawai, flash kamera dan itu tiba-tiba, rencanaku batal semua Aku tidak tahan lagi Ranti . . . Pernah kau datang hanya dengan sendal dan pakaian itu lama sekali kau menginapnya sampai-sampai aku kedinginan Kamu kenapa Ranti? Kog, bisa jadi begini? Saking terbiasanya Aku hafal baumu Jadi, Ranti nasihatku Sekali-kalilah kau pegang gawai yang aku berikan Buka aplikasi WA lalu ketikkan, "Fana, aku datang!"

PENANTIAN

  Waktu menelan layaknya ombak membuang isi lupa diri Ah, sudahlah aku . . . . . lelah menanti Biarkan ombak menggulung petarung

IBU KENAPA MALU

Apakah ibu malu anakmu yang sekolah sampai perguruan tinggi ini tidak basa  dengan lawan bicara yang lebih tua.  Ya, aku akui aku tidak basa  jika itu tergesa-gesa beda cerita kalau terencana. Aku terkaget ibu, belum siap berbicara, pakaianku terbuka, pikiran dan hatiku entah kemana.  Yang kulakukan adalah yang disebut kebiasaan. Aku tidak akan menyalahkan ibu yang tidak membiasakan basa itu, aku salah karena tidak membuat diriku biasa basa .  Pertanyaanku, kenapa ibu malu sekali ketika aku tidak ber- basa waktu bicara dengan orang itu? 

SUARA PEMBUKA

Di saat keputusasaan merayap rapat Seperti badai datang tak wajar Aku gundah . . . Bagaimana lagi menjalani hidup ini? Sampai – sampai tak guna nurani dan logika Yang ada hanyalah kemalasan tercipta Karena beban – beban berat terasa Hingga terdengarlah sebuah suara . . . Suara yang menghangatkan jiwa Aku lupa masalahku semua Aku lupa aku masih ada  

KESEPIAN KERAMAIAN

Masih terekam dengan sangat jelas Dalam memori tahun kemarin Dalam setiap asa malam-malam ku Rasa sepi yang amat teramat sangat Sungguh membuatku merindukan keramaian Bagaimana keramaian itu akan datang? Entahlah . . . Aku pun sampai lupa Kapan berhenti merapalkan mantra Mantra-mantra yang kuyakini bisa Membawaku pada keramaian namun fana Dan setelah tertidur terlalu lama Pelan-pelan . . . Suara-suara berisik itu terdengar Canda, gelak tawa rintih-rintih tersamar Aku terkesiap . . . Benarkah ini ganti dari rasa kesepian yang selama ini aku alami?  

SELAMAT TIDUR

Malam menjemputmu, menarikmu, Menekan segala kelelahan dan emosimu Kepada malam kamu berkata tentang aku dan temannya Perkataan itu memancar sampai angkasa dan berpendar sebagai cahaya Tidurlah kawanku, tidurlah... Hempaskan badanmu pada kasur, kasurmu akan terima Luapkan emosimu pada bantal, bantalmu tentu terima Segala sakit yang kau alami hari ini, biarlah dinding-dinding kamar menjadi saksi Biarlah! malam tidak ingin melihatmu ketika pagi malah menggigit jari